Terpeleset Batu Sandungan Menuju Siaran TV Digital

Banjir sanggahan oleh mayoritas peserta seleksi multipleksing menandakan Kemenkominfo kembali melakukan blunder dalam mengambil keputusan strategis.

13 Mei 2021 - 02.02
A-
A+
Terpeleset Batu Sandungan Menuju Siaran TV Digital

Keluarga menonton televisi. - istimewa

Bisnis, JAKARTA — Rentetan sanggahan dan keberatan atas hasil seleksi lelang penggelaran multipleksing di 22 provinsi dinilai sebagai indikator kegagalan Indonesia dalam tahap dini proses peralihan menuju siaran televisi digital.

Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala mengatakan karut marut lelang multipleksing terjadi beruntutan setelah Kementerian Komunikasi dan Informatika gagal dan harus mengulang lelang spektrum frekuensi 2,3 GHz.

Menurutnya, banjir sanggahan oleh mayoritas peserta seleksi multipleksing—yaitu sebanyak 5 dari 9 Lembaga penyiaran Swasta (LPS) yang masuk tahap evaluasi bisnis—menandakan Kemenkominfo kembali melakukan blunder dalam mengambil keputusan strategis.

“Ini blunder kedua Kemenkominfo setelah lelang frekuensi dibatalkan dan diulang,” kata Kamilov, saat dihubungi Bisnis.

Mantan anggota Badan Regulasi Telekomunikasi dan Informasi (BRTI) periode 2009—2012 itu  menambahkan dalam penyelenggaraan seleksi multiplexer (mux) kali ini, Kemenkominfo juga kurang akurat dan tidak akuntabel. 

Keputusan Menteri Kominfo No.88 /2021 tentang Pedoman Evaluasi dan Seleksi Penyelenggara Multipleksing Siaran Televisi Digital Terestrial yang telah dibuat ditengarai telah dilanggar sendiri oleh kementerian yang dipimpin oleh Johnny G. Plate itu.

Kamilov menilai Kemenkominfo tidak melakukan evaluasi dan seleksi terhadap proposal yang diberikan para peserta. Seharusnya, hasil dari seleksi memunculkan  LPS yang menang  banyak wilayah dan  LPS yang tidak menguasai wilayah sama sekali.

Adapun, pada seleksi penyelenggara multipleksing ini, Kemenkominfo terkesan proposional dan bagi-bagi ‘kue’ dengan membagi rata wilayah layanan kepada LPS.

Untuk diketahui, berdasarkan hasil seleksi tahap evaluasi bisnis dan teknis PT Media Nusantara Citra Tbk. (MNCN),  PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) dan PT Trans Media Corpora—melalui anak usahanya masing masing—mengusai 9 wilayah dari 22 wilayah yang diseleksi.

Sementara itu, PT Media Televisi Indonesia (Metro TV) juga mencatatkan pencapaian serupa.  

“Ini blunder lagi dan bisa dibawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) oleh para peserta. Di sana kan ada tahap evaluasi dan seleksi. Ini kesannya seperti ada pembagian kue-kue. Pedoman evaluasi dan seleksinya diabaikan,” kata Kamilov.    

Kamilov pun menyarankan kepada Kemenkominfo agar menjalankan sistem yang telah dibuat dengan menetapkan seleksi yang benar.

Kemenkominfo harus melihat proposal yang diberikan oleh para peserta untuk mengukur kelayakan suatu LPS menyelenggarakan multipleksing di suatu wilayah.

“Dari sisi kelayakan proposal bisa terlihat, kalau itu ditegakkan mungkin proses seleksi sesuai. Kalau tidak ditegakkan, maka terjadi LPS dengan proposal kurang tetapi mendapat wilayah emas, yang proposalnnya bagus dapat yang ‘garing’ ini kan jadi ambivalen,” kata Kamilov.

Sementara itu, Juru Bicara Kemenkominfo Dedy Permadi menyatakan kementerian masih mengkaji seluruh sanggahan yang dilontarkan LPS peserta lelang seleksi multipleksing di 22 provinsi.

Sesuai dengan dokumen lelang yang menjadi rujukan keseluruhan proses, panitia lelang masih memiliki waktu sampai 30 April 2021 untuk menyampaikan tanggapan atas sanggahan yang disampaikan.

“Kami hormati dan ikuti proses yang sedang berjalan,” kata Dedy.

Sebelumnya, sejumlah anggota  Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) mengajukan sanggahan perihal hasil evaluasi bisnis dan teknis seleksi LPS sebagai penyelenggara multipleksing siaran televisi digital di 22 provinsi yang diumumkan pada Senin, (27/4/2021).

Berdasarkan informasi dari laman pengajuan sanggahan daring milik Kemenkominfo, sejumlah LPS mengajukan sanggahan atas keputusan hasil evaluasi seleksi multipleksing.

PT Trans Media Corpora memasukkan 2 surat sanggahan untuk Trans TV dan Trans7 pada pukul 11.00WIB, PT Surya Citra Media Tbk. (SCTV) memasukkan sanggahan pada pukul 12.00WIB, PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) pada pukul 13.00WIB, dan PT Cakrawala Andalas Televisi (ANTV) pukul 13.30 WIB.

Artinya, dari seluruh LPS yang lulus hasil evaluasi bisnis dan teknis, hanya PT Media Televisi Indonesia (Metro TV) dan PT Nusantara Media Mandiri (NTV), PT Indosiar Visual Mandiri (Indosiar) dan PT  Lativi Media Karya (TvOne) yang tidak mengajukan sanggahan.

RCTI menyatakan hasil keputusan bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 46/2021 tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran (Postelsiar) Pasal 78 Ayat 11.

Poin tersebut menyebutkan Menkominfo menetapkan penyelenggara multipleksing melalui evaluasi atau seleksi berdasarkan beberapa pertimbangan, di antaranya adalah kepastian investasi bagi peserta yang telah berinvestasi atau telah menyelenggarakan multipleksing sebelumnya.

Anak usaha PT Media Nusantara Citra Tbk. (MNCN) mengajukan diri sebagai penyelenggara mux di 22  provinsi dan telah memiliki infrastruktur multipleksing—seperti gedung, menara, sumber daya manusia dan antenna—di puluhan provinsi itu.

Dari 22 wilayah provinsi tersebut. RCTI hanya menang di 9 provinsi dan gagal di 13 provinsi lainnya

“Investasi itu mau diapakan? Itu tidak sedikit investasinya. Padahal di PP no.46/2021 jelas disebutkan perlindungan investasi. Bagaimana nasib tenaga kerja yang berjumlah ratusan orang yang bekerja di sana? Mau di PHK dalam kondisi seperti ini?” kata Direktur Corporate Secretary MNC Group Syafril Nasution.

Proses syuting sebuah program televisi di stasiun tv SCTV, salah satu stasiun tv yang dikelola PT Surya Citra Media Tbk./scm.co.id

PERTAHANKAN KEPUTUSAN

Lain pendapat, Asosiasi Televisi Siaran Digital Indonesia (ATSDI) justru mendesak Kemenkominfo untuk tetap mempertahankan keputusan hasil seleksi penyelenggara multipleksing di 22 provinsi.

ATSDI menilai keputusan yang diambil oleh Menkominfo Johnny G. Plate sudah tepat karena berlandaskan analisis dan penilaian yang terukur. Permasalahan puas atau tidak puas LPS dalam menerima hasil tersebut tidak harus mengubah keputusan.  

Ketua Umum ATSDI Eris Munandar mengatakan sanggahan dari lembaga penyiaran swasta merupakan hal yang wajar. Dia berharap sanggahan tersebut tidak mempengaruhi linimasa implementasi analog switch off  atau pemadaman siaran analog.

“Saya berharap tidak perlu ulang lagi tinggal pemerintah menjawab sanggahan itu,” kata Eris.

Dia menambahkan proses seleksi penyelenggara multipleksing hingga sampai tahap hasil evaluasi bisnis dan teknis serta penetapan wilayah sudah sangat jelas.

Kemenkominfo telah menetapkan sejumlah parameter seperti kemampuan finansial, kecepatan membangun infrastruktur hingga komitmen pengadaan dan distrisbus set-top-box (STB) atau dekoder, yang menjadi unsur penting dalam menghadirkan siaran digital pada 2 November 2022.

Eris mengatakakan jika Kemenkominnfo tidak siap menjawab sanggahan itu kemudian mengundurkan waktu penetapan penyelenggara multipleksing, maka akan membuat seleksi ini terkatung-katung.

“Akhirnya, pasti akan berpengaruh terhadap skema ASO tahap pertama di beberapa wilayah pada Agustus 2021,” kata Eris.

Terkait dengan sanggahan atas ketidakpastian investasi di mana LPS telah membangun infrastruktur sedangkan jumlah wilayah yang dilayani lebih sedikit, Eris menilai hal itu bukan alasan untuk mengajukan sanggahan.

““Karena jika nanti dikabulkan sanggahan ini akan muncul sanggahan lain yang akhirnya proses penetapan ini jadi terkatung-katung,” kata Eris.  

Bagaimanapun, Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi berpendapat seleksi penyelenggara multipleksing di 22 provinsi terancam batal atau diulang jika para peserta lelang terbukti dirugikan dan dapat menghadirkan bukti yang kuat.

Untuk itu, panitia seleksi harus dapat memutuskan apakah sanggahan itu benar atau tidak dan berkorelasi dengan proses seleksi atau tidak. Di samping itu, para peserta seleksi juga harus dapat menghadirkan bukti yang kuat perihal sanggahan mereka.

“Kalau benar ada yang tidak benar dalam proses lelang, maka akan dilihat ini mempengaruhi pemenang lelang atau tidak. Jadi bisa pemenang dibatalkan dan diganti pemenang lain atau proses diulang,” kata Heru.

Heru menambahkan sanggahan hanya menyangkut proses lelang bilamana dalam proses ada penyimpangan termasuk bukti penyampaian data yang tidak benar

Dia menegaskan proses lelang dilakukan karena peminat lebih banyak daripada jumlah penyelenggara mux di satu wilayah. Sebagai contoh, di Maluku Utara terdapat 3 LPS yang bersedia menjadi penyelenggara multipleksing, namun slot yang tersedia hanya 1.  

“Kalau semua bisa jadi penyelenggara multipleksing maka seleksi tidak perlu dilakukan,” jelasnya.

Menurutnya, tiap penyanggah  memiliki alasan untuk menyanggah hasil seleksi. Sanggahan bisa sama dengan penyanggah lain atau berbeda

Heru menyarankan agar panitia seleksi multipleksing di 22 provinsi tetap menjalankan proses lelang sesuai dokumen seleksi lelang yang sudah diketahui semua peserta sejak awal.

“Soal sanggahan menjadi domain panitia seleksi untuk menilai dan menyampaikan hasilnya pada publik secara transparan,” kata Heru.

TRANSPARANSI

Pada perkembangan lain, LPS  meminta Kemenkominfo untuk lebih terbuka perihal penyelenggaraan seleksi multipleksing di 22 provinsi dan berharap agar sanggahan mereka dikabulkan. Jika tidak dikabulkan, LPS akan menempuh jalur hukum.   

Direktur Operasional PT Transmedia Corpora Latief Harnoko menjelaskan pertimbangan Transmedia melakukan sanggahan terhadap hasil evaluasi bisnis dan teknis seleksi multipleksi di 22 provinsi karena Transmedia merasa telah memiliki persiapan yang lebih matang dibandingkan dengan pemenang yang diumumkan.

Dari sisi aset yang ada, komitmen kecepatan pembangunan dan komitmen cakupan area, menurut Latief,  Transmedia jauh lebih baik.

“Kami mau pemerintah secara transparan membuka semua komitmen peserta sehingga kalau memang kami kalah dari proses yang transparan, kami akan legowo,” kata Latief.

Latief mengatakan perseroan akan mengutamakan pendekatan komunikasi yang produktif dengan pihak Kemenkominfo. Adapun, jika proses komunikasi tidak membuahkan hasil, mau tidak mau Transmedia jalur hukum.

Latief berharap sanggahan yang diberikan dikabulkan. Dia berpendapat saat ini hampir mayoritas  grup media mempunyai perhatian yang sama dalam seleksi multipleksing.

“Tentunya kami akan mengutamakan pendekatan komunikasi yang produktif dengan pihak Kominfo daripada menempuh jalur gugatan hukum. Ini akan jadi opsi terakhir jika semua proses komunikasi tidak menghasilkan solusi yang baik,” kata Latief.

Senada, Direktur Corporate Secretary MNC Group Syafril Nasution mengatakan perseroan akan terus menjalin komunikasi dengan Kemenkominfo dan memberikan sanggahan perihal hasil evaluasi seleksi multipleksing.

Jika komunikasi berjalan buntu atau tidak digubris, kata Syafril, MNC akan mencoba menempuh jalur hukum dengan membawa permasalahan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.  

 “Tentunya jika tidak diterima [sanggahan RCTI] kami akan lewat jalur hukum. Kami mendukung kebijakan pemerintah, kami mendukung undang-undang tentang Cipta Kerja tetapi bukan berarti itu menyusahkan rakyat. Undang-undang itu tidak ada yang menyusahkan rakyat kan?”  kata Syafril. (Leo Dwi Jatmiko)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.