Di Balik Tren Koleksi Centaur Para Pemodal Ventura Milik BUMN

Mulai dari BRI Ventures, MCI, hingga MDI; entitas-entitas modal ventura milik perusahaan pelat merah makin getol bersaing membibitkan investasi ke startup level centaur untuk dipanen menjadi unikorn.

24 Agt 2021 - 20.07
A-
A+
Di Balik Tren Koleksi Centaur Para Pemodal Ventura Milik BUMN

Ilustrasi centaur, makhluk mitologi yang pada era modern digunakan untuk simbolisasi perusahaan rintisan dengan valuasi US$100 juta./wallpaperbetter

Bisnis, JAKARTA — Pemodal ventura milik perusahaan-perusahaan BUMN berlomba mengoleksi pendanaan ke centaur, dengan misi mengembangkan lebih banyak startup yang naik kelas ke jenjang unikorn.

BRI Ventures, misalnya, mengungkapkan perusahaan-perusahaan rintisan (startup) yang telah didanai terus mengalami pertumbuhan. 

Beberapa di antaranya menyandang gelar centaur atau para perintis dengan valuasi mencapai US$100 juta. 

CEO BRI Ventures Nicko Widjaja mengatakan dalam kurun 2 tahun, perusahaan telah melakukan pendanaan ke belasan perusahaan rintisan. 

Perusahaan modal ventura milik PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. tersebut saat ini tercatat memiliki 3 unikorn dan 5 centaur

Beberapa perusahaan rintisan di Dana Ventura Sembrani Nusantara, kata Nicko, juga menyusul ke status centaur.

“Kami melihat adanya potensi besar bagi perusahaan tersebut untuk dapat mewujudkan nilai mereka dalam waktu dekat, baik dalam segi nilai tambah bisnis maupun valuasi,” kata Nicko kepada Bisnis, Kamis (24/8/2021).

Nicko mengatakan sebagai investor, BRI Ventures tidak hanya melihat perusahaan yang dimodali dari sisi valuasi—misalnya unikorn, centaur, dan lain sebagainya.

BRI Ventures, alih-alih, menganalisis fundamental perusahaan rintisan dan tidak terjebak dalam permainan valuasi belaka. 

Dia menuturkan sangat mudah bagi perusahaan rintisan untuk menyamarkan metrik dan melakukan perhitungan akuntansi lipat ganda atau double accounting

“Sebagai CVC [corporate venture capital] BUMN, kami wajib memperhitungkan segala risiko yang ada dan mengambil langkah mitigasi sesuai dengan keadaan yang ada,” kata Nicko.  

Tidak hanya itu, kata Nicko, BRI Ventures juga memiliki kerangka kerja (proprietary framework) 5P framework yang merupakan turunan dari 5C framework di analisis perbankan. 

Dengan mitigasi risiko yang diterapkan di depan, perseroan berusaha mengurangi risiko gagal sebisa mungkin.

 “Namun, tetap tidak bisa menghilangkan dikarenakan risiko inheren dari bisnis ini,” kata Nicko. 

Sekadar informasi, sejumlah perusahaan yang telah mendapat pendanaan dari BRI Ventures antara lain Tanihub, Ayoconnect, LinkAja, Modalku, Investree, Nium, Payfazz Awan Tunai, Haus, Brodo, Andalin, dan Sayurbox. 

Pada 2 Agustus 2021, BRI Ventures juga sempat melakukan pendanaan seri B kepada Yummy Corp, perusahaan penyedia cloud kitchen.

Pemodal ventura milik BUMN lainnya, PT Mandiri Capital Indonesia (MCI), juga mengungkapkan tidak sembarang centaur mendapat suntikan modal dari perseroan. 

Faktor manfaat finansial dan peluang sinergi yang akan terbangun dengan Mandiri Group menjadi pertimbangan MCI dalam berinvestasi ke perusahaan teknologi. 

“Semua investasi kami baik unikorn atau bukan, kami harapkan bisa membawa manfaat finansial [return] dan juga sinergi [kolaborasi dengan bisnis Mandiri Group],” kata CEO MCI Eddi Danusaputro kepada Bisnis, Selasa (24/8/2021). 

Hingga saat ini anak usaha PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. itu telah berinvestasi kepada dua perusahaan unikorn yaitu GoTo dan PT Bukalapak.com Tbk.

MCI belum dapat membeberkan rencana investasi ke depan karena masih terus dimatangkan. 

Bagaimanapun, Eddi menyebut, dalam mendorong perusahaan rintisan yang didanai untuk menjadi unikorn, dibutuhkan kerja keras dan dukungan dari segenap pemangku kepentingan. Tidak dapat dinilai pada awal investasi. 

“[Jumlah portofolio calon unikorn di MCI] ada beberapa yang valuasinya akan lebih dari US$200 juta,” kata Eddi. 

Sekadar informasi, pada  November 2020 diketahui MCI telah berinvestasi dengan total nilai mencapai Rp1 triliun kepada 14 perusahaan rintisan.

Pada platform peer-to-peer (P2P) lending, MCI telah berinvestasi di Amartha, Crowde, KoinWorks, dan Investree. Untuk pembayaran, investasi MCI telah dilakukan di platform LinkAja, Yokke, PTEN dan DAM.

Sementara itu, untuk teknologi solusi bisnis, investasi MCI dilakukan di Mekari, PrivyID, Cashlez, Gojek, Iseller, dan Halofina.

Sebelumnya, PT Metra Digital Investama atau MDI Ventures juga mengeklaim memiliki 13 perusahaan rintisan berstatus centaur di dalam portepel bisnis modal venturanya. 

Pemodal ventura milik PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. itu membidik pengembangan lebih banyak startup berstatus unikorn dalam waktu dekat.

CEO MDI Ventures Donald Wihardja mengatakan ada beberapa perusahaan rintisan yang potensial berkembang menjadi unikorn anyar.

“Kami memiliki 13 perusahaan rintisan yang berstatus centaur. Dua diantaranya telah mencapai valuasi lebih dari US$900 juta sehingga sedikit lagi menjadi unikorn,” katanya kepada Bisnis baru-baru ini.

Berdasarkan laporan keuangan kuartal I/2021, investasi pada ekuitas Telkom mencapai Rp1,96 triliun dibandingkan dengan akhir tahun 2020 senilai Rp1,70 triliun.

Jumlah itu juga diluar dari investasi kepada PT Aplikasi Karya Anak Bangsa atau Gojek sebesar Rp2,11 triliun.

Selain itu, TLKM telah melakukan penambahan investasi pada periode berjalan oleh MDI berjumlah sebesar Rp286 miliar.

Adapun, kedua centaur yang bakal naik kelas bergerak di bidang logistik dan hiburan. Secara total, MDI memiliki 57 perusahaan di dalam portofolio investasi.

Diantaranya adalah Geniee Inc. yang tercatat di Tokyo Stock Exchange, Whispir yang tercatat di Australia Stock Exchange, Amartha, Cermati dan TaniHub.

Donald menambahkan dari 13 perusahaan rintisan itu semuanya telah melewati valuasi US$100 juta.

Dalam 12 bulan terakhir, lanjutnya, ada 3 perusahaan yang naik kelas menjadi centaur. Menurutnya portofolio yang kini tengah bertumbuh adalah sektor kesehatan, agribisnis, dan tekfin.

Sementara untuk perusahaan dagang e-commerce, MDI tidak memiliki satu pun portofolio.

“Strategi investasi kami yang penting ada potensial masuk ke Indonesia dan bermanfaat untuk Telkom dan BUMN,” tegasnya.

Donald menambahkan dalam berinvestasi kebanyakan memilih kawasan Asia Tenggara. Terkecuali untuk sektor teknologi yang berada di Amerika Serikat karena menjadi pusat perkembangan dunia.

Menurutnya, MDI telah memberikan kontribusi pendapatan dari dividen perusahaan rintisan.

“Kami generate synergy revenue beberapa kali lipat dari yang kami investasikan. Ini kami terus hitung setiap tahun dan angkanya naik dua kali lipat per tahun,” katanya.

Ilustrasi startup unikorn./istimewa

RISIKO GAGAL

Meski perusahaan modal ventura milik BUMN banyak membibitkan centaur, potensi gagal dari rintisan yang didanai untuk naik ke level unikorn masih tetap terbuka lebar.

Keahlian modal ventura BUMN untuk menentukan pilihan yang tepat diuji di sini, mengingat mereka dituntut untuk mendapat keuntungan finansial atau sinergi bermanfaat dengan grup. 

Koordinator Pusat Inovasi dan Inkubator Bisnis Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Dianta Sebayang mengatakan salah satu tantangan bagi modal ventura BUMN dalam berinvestasi ke perusahaan rintisan calon unikorn adalah menghadapi risiko kegagalan. 

Persaingan di ekosistem startup calon unikorn ketat, sehingga tingkat kegagalannya pun tinggi. 

Jika ada produk yang menarik, cepat diduplikasi dan diperbaiki kekurangan produk sebelumnya oleh kompetitor. 

Secara operasional, praktik bakar duit untuk dongkrak valuasi juga masih terjadi menurutnya.

“Stabil operasionalnya tetapi belum untung. Banyak  unikorn pun masih bakar uang terus dan merugi,” kata Dianta, Selasa (24/8/2021). 

Meski demikian, kata Dianta, peluang untuk keduanya tumbuh bersama juga besar. Keduanya saling membutuhkan. 

Dari sisi investor, selain mengharapkan keuntungan dari valuasi  perusahaan rintisan, juga menambah portepel investornya. 

Dari sisi perspektif perusahaan rintisan calon unikorn, mendapatkan suntikan dana dari modal ventura besar akan meningkatkan nilai kepercayaan mereka lebih tinggi. 

Dianta berpandangan dengan makin banyaknya unikorn di Tanah Air, berdampak positif bagi ekosistem perusahaan rintisan.

Ekosistem akan memiliki banyak kisah (success story) yang menginspirasi anak bangsa yang lain untuk mengejar mimpi menjadi entrepreuner yang andal dan berdaya saing. 

“Dengan adanya unikorn akan memberikan rasa percaya diri dan motivasi lebih kepada pihak lain,” kata Dianta.

Di sisi lain, makin banyaknya unikorn yang dicetuskan melalui pendanaan pemodal ventura domestik juga merefleksikan ekosistem perusahaan rintisan di suatu negara tumbuh dengan baik. 

Bendahara Asosiasi Modal Ventura Seluruh Indonesia (Amvesindo) Edward Ismawan Chamdani mengatakan unikorn selalu hadir di sebuah negara dengan pangsa pasar yang besar dan masih ada ruang untuk tumbuh. 

“Adanya unikorn menunjukkan ekosistem startup makin sehat, jadi apabila jumlah makin banyak tentu ekosistem makin membesar,” kata Edward, Selasa (24/8/2021). 

Selain jumlah unikorn, kata Edward, untuk mengukur kesehatan ekosistem perusahaan rintisan juga dapat dilihat dari jumlah perusahaan rintisan, modal ventura, investor, inkubator, akselerator hingga jumlah investasi di suatu negara. 

Edward menilai perusahaan rintisan calon unikorn yang bergerak di sektor keuangan, logistik, kesehatan, edukasi, dan finansial teknologi memiliki peluang besar untuk tumbuh menjadi unikorn di tengah kondisi pandemi ini. 

Adapun mengenai aksi investasi modal ventura BUMN terhadap perusahaan rintisan calon unikorn, kata Edward, umumnya membawa agenda sinergi dengan perusahaan induk. 

“Jadi pilihan dalam melakukan investasi bisa menjadi akses ke portfolio tersebut,” kata Edward.

Reporter : Leo Dwi Jatmiko & Pandu Gumilar

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.