Fakta Uji Coba Pembatasan Pembelian LPG 3 Kg pada 2023

Ada fakta menarik di balik rencana uji coba pembatasan pembelian LPG 3 kg pada 2023, salah satunya terkait dengan data yang akan digunakan untuk memastikan pembelinya adalah orang yang berhak.

Ibeth Nurbaiti

15 Des 2022 - 06.30
A-
A+
Fakta Uji Coba Pembatasan Pembelian LPG 3 Kg pada 2023

Buruh pelabuhan memindahkan tabung gas LPG 3 kilogram untuk dikirim ke pulau-pulau disekitar Makassar di Pelabuhan Paotere, Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (29/7/2022). Bisnis/Paulus Tandi Bone

Bisnis, JAKARTA — Wacana untuk mengubah skema penyaluran liquefied petroleum gas (LPG) bersubsidi ukuran 3 kg dari mekanisme terbuka menjadi tertutup kembali mengemuka. Pemerintah bahkan akan memperluas cakupan uji coba pembatasan pembelian bahan bakar tersebut pada 2023.

Namun, ada fakta menarik di balik rencana uji coba pembatasan pembelian LPG 3 kg pada 2023, salah satunya terkait dengan data yang akan digunakan untuk memastikan pembelinya adalah orang yang berhak.

Baca juga: Harga Tinggi BBM dan Elpiji Nonsubsidi Berlanjut

Tutuka Ariadji, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan bahwa input data untuk pembatasan pembelian gas melon itu bakal menggunakan informasi yang dihimpun dari Data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE).

Nantinya, data yang dihimpun dari P3KE bakal diintegrasikan pada laman https://subsiditepat.mypertamina.id seperti yang sudah digunakan pada pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite.

Baca juga: Bersiap, Lonjakan Subsidi dan Kompensasi BBM di Depan Mata

Kendati demikian, Kementerian ESDM tidak akan mematok target registrasi dari masyarakat lewat perluasan program tersebut tahun depan. “Kami belajar dari DTKS [Data Terpadu Kesejahteraan Sosial], tetapi kami memilih menggunakan P3KE. Pertamina tidak menyampaikan target [registrasi] itu, tapi kami justru sudah ke registrasinya berapa banyak,” ujarnya, Selasa (13/12/2022).

Besarnya konsumsi LPG 3 kg yang menurut catatan PT Pertamina Patra Niaga, subholding commercial and trading Pertamina mencapai 94 persen dari total produk LPG yang dijual perseroan, memang mendapat sorotan dari banyak pihak.


Fakta menarik lainnya terkait dengan uji coba pembatasan pembelian LPG 3 kg adalah minimnya tenaga pengawas disebut-sebut membuat penyaluran LPG bersubsidi 3 kg kerap tidak tepat sasaran dan menyebabkan kelebihan kuota. 

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sempat berencana untuk menaikkan harga jual eceran (HJE) LPG 3 kg, karena besaran subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah mencapai sekitar Rp15.359 per kg. Angka tersebut diperoleh dari selisih harga keekonomian LPG yang sebesar Rp19.609 per kg, tetapi dijual seharga Rp4.250 per kg selama satu dekade terakhir.

Baca juga: Tatkala PLN Kelebihan Suplai Listrik, Siapa Untung Siapa Buntung

Selain itu, Kemenkeu juga mencatat realisasi subsidi BBM dan LPG 3 kg rata-rata naik 26,58 persen setiap tahunnya sejak 2017, karena dipengaruhi oleh fluktuasi harga minyak dan gas bumi (migas) di pasar global serta nilai tukar rupiah.

Adapun, realisasi subsidi BBM pada 2021 mencapai Rp16,17 triliun, termasuk di dalamnya kewajiban kurang bayar Rp7,15 triliun. Kendati demikian, masih terdapat kewajiban pembayaran kompensasi BBM Rp93,95 triliun untuk periode 2017—2021.

Baca juga: Harga Elpiji Nonsubsidi Naik, Wacana Subsidi Tertutup Mencuat

Sementara itu, realisasi subsidi LPG 3 kg 2021 mencapai Rp67,62 triliun, termasuk di dalamnya kewajiban kurang bayar Rp3,72 triliun. Di sisi lain, outlook subsidi BBM dan LPG 3 kg pada 2022 diperkirakan mencapai Rp149,37 triliun atau 192,61 persen dari postur anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022.

Kemenkeu mencatat lebih dari 90 persen kenaikkan nilai subsidi itu berasal dari alokasi LPG 3 kg yang disebabkan oleh kesenjangan antara HJE dengan harga keekonomian yang berlanjut melebar didorong harga minyak mentah dunia.


“Harganya yang meningkat tajam di 2022 ini memang membuat HJE dengan harga patokan untuk LPG ini menjadi sangat jauh. Saat ini HJE tetap Rp4.250 per kilogram, sementara harga patokannya di Rp19.609 per kilogram. Ini menunjukkan betapa besarnya beban dari subsidi terhadap LPG yang kita lakukan ini,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Febrio Nathan Kacaribu, belum lama ini.

Di sisi lain, selisih harga yang lebar antara LPG 3 kg dengan LPG nonsubsidi menyebabkan terjadinya peralihan konsumsi yang cukup signifikan sejak 2010 lalu. Kemenkeu memproyeksikan konsumsi masyarakat untuk LPG 3 kg itu mencapai 7,82 juta ton, sedangkan konsumsi LPG nonsubsidi hanya 0,58 juta ton.

Baca juga: Menimbang Ulang Konversi Gas Elpiji ke Kompor Listrik, Bisa Berlanjut?

Febrio menyebutkan bahwa tingginya harga energi secara global membuat belanja subsidi dan kompensasi energi (BBM dan LPG) yang harus digelontorkan pada tahun ini senilai Rp520 triliun, agar harga di tingkat konsumen tetap terjaga sehingga inflasi tidak terus naik.

Sayangnya, barang bersubsidi masih digunakan oleh berbagai lapisan masyarakat atau bukan hanya orang miskin dan rentan. Sebagian besar LPG yang beredar bahkan adalah ukuran 3 kg, sedangkan pembelinya bisa siapa saja. 

Baca juga: Mengamankan Pasokan Gas Industri Pupuk Nasional Tanpa Impor

Itu sebabnya, perlu adanya kebijakan yang mengarahkan agar barang bersubsidi lebih tertuju kepada masyarakat miskin dan rentan. Selain peruntukan awalnya memang demikian, penyaluran barang bersubsidi yang lebih tepat sasaran akan meringankan beban APBN.

Meskipun begitu, Febrio menyebut bahwa langkah memusatkan sasaran barang bersubsidi bisa berjalan ketika kondisi perekonomian sudah membaik. Ketika tekanan dari pandemi Covid-19 dan ekonomi global sudah mereda, bukan tidak mungkin kebijakan tersebut bisa segera berlaku.


“Begitu perekonomian membaik dan daya beli masyarakat sudah semakin pulih, nanti akan kami lihat supaya lebih tepat sasaran,” ujar Febrio.

Kondisi serupa bukan hanya terjadi dalam penjualan tabung LPG, tetapi juga BBM bersubsidi, yakni jenis pertalite. Saat ini siapapun masih bisa membeli bensin Pertalite, baik orang kaya maupun orang miskin. (Nyoman Ary Wahyudi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Ibeth Nurbaiti
Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.