Startup Unikorn Indonesia Susut dari 7 Menjadi 3, Ada Apa?

Gojek, Tokopedia, Bukalapak, dan OnlinePajak tak lagi tercatat dalam daftar pemeringkatan unikorn di tingkat global; hanya menyisakan J&T, Traveloka, dan Ovo. Kondisi ini membuat industri rintisan Indonesia yang sempat di atas angin di tingkat Asean, berbalik makin menjauh dari capaian Singapura.

Janlika Putri & Wike D. Herlinda

6 Sep 2021 - 21.59
A-
A+
Startup Unikorn Indonesia Susut dari 7 Menjadi 3, Ada Apa?

Ilustrasi startup unikorn./istimewa

Bisnis, JAKARTA — Indonesia kini hanya memiliki 3 entitas startup unikorn yang tercatat dalam daftar global CB Insights, yang selama ini menjadi barometer data pemeringkatan valuasi perusahaan rintisan di seluruh dunia.

Sebelumnya, pemeringkatan The Complete List of Unicorn Companies CB Insights mencatat 7 entitas rintisan dengan valuasi di atas US$1 miliar.

Mereka a.l. Gojek dengan valuasi US$10 miliar (alias dekakorn), J&T Express US$7,8 miliar, Tokopedia US$7 miliar, Bukalapak US$3,5 miliar, Traveloka US$3 miliar, Ovo US$2,9 miliar, dan OnlinePajak US$1,7 miliar.

Akan tetapi, data algoritma terbaru pemeringkatan tersebut tidak lagi memuat Gojek, Tokopedia, Bukalapak, dan OnlinePajak.

Untuk diketahui, pemeringkatan tersebut memuat semua entitas startup dengan valuasi di atas US$1 miliar di seluruh dunia. Termasuk di dalamnya startup skala dekakorn (valuasi lebih dari US$10 miliar) dan hectocorn (valuasi lebih dari US$100 miliar).

Bendahara Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia (Amvesindo) Edward Ismawan Wihardja mengaku belum tahu pasti alasan menyusutnya jumlah unikorn Tanah Air yang diakui dalam pemeringkatan global tersebut.

Namun, dia berpendapat terdepaknya Gojek, Tokopedia, dan Bukalapak kemungkinan besar dipicu oleh aksi merger dan akuisisi (M&A) menjadi GoTo serta langkah melantai di bursa oleh BUKA.

"Perusahaan yang sudah IPO [initial public offering] biasanya tidak disebut unikorn lagi. Definisi unikorn dipakai untuk perusahaan yang masih privat," jelasnya, Senin (6/9/2021).

Selain itu, lanjutnya, modal ventura hanya akan melakukan investasi pada perusahaan yang masih tertutup alias belum listing di bursa efek.

“Jika masuk bursa, perusahaan sudah digolongkan berskala besar, maka sebutan untuk unikorn sudah tidak relevan. Maka percuma jika CB Insights memasukan perusahaan yang sudah IPO dalam daftarnya,” ujarnya.

Edward mengelaborasi laporan CB Insights hanya menyasar entitas yang masih didanai angel investor dan modal ventura.

Dengan berkurangnya entitas unikorn yang diakui di tingkat global, lanjutnya, Indonesia kini makin jauh tertinggal dari Singapura yang memiliki 8 entitas unikorn (dari sebelumnya 11) yang tercatat di CB Insights.

Sebelumnya, kedua negara berada di barisan terdepan pemilik jajaran startup terkuat di Asean. 

Bagaimanapun, Edward meyakini kondisi tersebut tetap tidak akan mengurangi minat investor asing untuk menyuntikkan pendanaan ke startup lokal.

Justru, sambungnya, para investor akan menganggap jika unikorn yang sudah menjadi likuid adalah sebuah prestasi. "Jika sudah masuk bursa, investor bisa exit," tutup Edward.

Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (IDIEC) M. Tesar Sandikapura sepakat kemungkinan besar entitas yang tidak lagi diakui sebagai unikorn mengalami perubahan valuasi.

"Keluarnya sejumlah unikorn Indonesia belum diketahui pasti. Namun, ada dugaan bahwa CB Insights tidak memasukkan jejeran startup unikorn tersebut karena valuasi yang berubah, bisa naik atau turun," tuturnya.

Namun, dia optimistis anjloknya jumlah unikorn Indonesia yang tercatat di pemeringkatan global tidak akan memengaruhi daya tarik industri rintisan nasional di mata investor.

Sebab, kekuatan ekosistem startup suatu negara tak semata-mata dinilai dari banyaknya unikorn yang dihasilkan.

"Baik dari sisi minat investasi atau kinerja ke depan tidak akan terganggu," tuturnya.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Startup Teknologi Indonesia (Atsindo) Handito Joewono menilai dengan tersisanya tiga unikorn dari Indonesia di pemeringkatan CB Insights, potensi startup lokal untuk memikat investor tetap terbuka.

Terlebih, Indonesia masih memiliki banyak startup skala centaur (valuasi antara US$100 juta—US$999 juta) yang bergerak di vertikal yang belum jenuh, seperti agrobisnis.

“Sebenarnya kita masih punya banyak perusahan potensial yang bisa menjadi besar. Misalnya, startup di bidang pangan dan pertanian yang potensial melenggang menjadi unikorn," tutup Handito.

Saat dimintai konfirmasi, External Communications Senior Lead Tokopedia Ekhel Chandra Wijaya mengeklaim perusahaan tidak bisa berkomentar atas riset entitas perusahaan lain.

"Hal yang bisa kami sampaikan bahwa sejak berdiri, Tokopedia sebagai perusahaan teknologi Indonesia selalu fokus mewujudkan misi besar untuk Indonesia yaitu mewujudkan pemerataan ekonomi secara digital," ujarnya saat dihubungi, Senin (6/9/2021). 

Berangkat dari komitmen tersebut, Ekhel mengatakan Tokopedia terus fokus mempermudah kehidupan masyarakat lewat kolaborasi bersama berbagai mitra strategis, mulai dari UMKM lokal, pemerintah hingga mitra strategis lainnya. 

Ekhel berharapan jika upaya bersama tersebut dapat membantu masyarakat Indonesia dapat terus relevan dengan perkembangan zaman. 

"Mengingat digitalisasi dan teknologi kini bukan lagi sekadar nilai tambah, tetapi telah berkembang pesat menjadi sebuah kebutuhan, terutama di tengah pandemi," ujarnya.

Sebelumnya, jumlah unikorn di Tanah Air diproyeksi terus bertambah hingga akhir tahun ini.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira optimistis jumlah unikorn akan bertambah hingga 1—2 entitas hingga akhir 2021.

“Ada potensi lagi [hingga akhir 2021] untuk bertambah, paling memungkinkan dari vertikal e-commercehealthtechagritech, dan edutech,” ujarnya.

Lebih lanjut, dia menjelaskan pemain yang mendapatkan keuntungan sepanjang pandemi Covid-19 adalah sektor digital lantaran memang mendapatkan manfaat dari pembatasan sosial.

Mulai dari dagang-el untuk kebutuhan belanja, hingga logistik sebagai bagian pendukung distribusi barang. Sementara itu, untuk kebutuhan pendidikan dan kesehatan masyarakat makin terlatih untuk mengaksesnya dari jarak jauh.

Dia melanjutkan, platform dagang-el pun bisa memiliki potensi bertumbuh lebih besar dan menjadi unikorn dengan menggandeng ritel yang saat ini kian kesulitan untuk bertahan sehingga memberikan penawaran daring ke luring.

Selain itu, Bhima menilai hingga akhir 2021 unikorn atau centaur skala besar akan makin marak melakukan pencarian dana publik dan berpeluang ada beberapa pemain baru yang berencana melantai di bursa.

Menurutnya, keadaan pembatasan ruang gerak masyarakat sebenarnya juga merupakan waktu yang tepat bagi pemodal untuk melirik dan menyuntik dana ke perusahaan rintisan.

Dia meyakini pemodal pun dinilai dapat menjadikan semester II/2021 sebagai ajang verifikasi ketahanan unikorn dan perusahaan rintisan diterima oleh masyarakat.

“Perusahaan rintisan harus bisa membuktikan mulai dari menjaga dan pengelolaan arus kas selama menghadapi masa pandemi dan kelincahan atau kemudahan mereka untuk berbelok arah sehingga jika ada sektor yang macet mereka bisa buat layanan dengan potensi pertumbuhan yang baik ini yang perlu dilakukan agar mendapat modal,” kata Bhima. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.