Perincian Harga Acuan Batu Bara Jadi 3 Kelompok per Maret 2023

Mengacu pada beleid baru tersebut, Kementerian ESDM menetapkan HBA Maret 2023 yang dibentuk dari rata-rata realisasi harga jual batu bara 2 bulan sebelumnya, dengan proporsi 70 persen dari realisasi harga 1 bulan sebelumnya.

Ibeth Nurbaiti

19 Mar 2023 - 14.02
A-
A+
Perincian Harga Acuan Batu Bara Jadi 3 Kelompok per Maret 2023

Batu bara di PT Bukit Asam Tbk. (PTBA). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan keputusan final terkait formula baru harga batubara acuan (HBA) di Indonesia. Bisnis-Aprianto Cahyo Nugroho

Bisnis, JAKARTA — Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akhirnya resmi menetapkan formula baru dalam penentuan harga batubara acuan atau HBA, dengan membaginya ke dalam tiga kelompok.

Perubahan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 41.K/MB.01/MEM.B/2023 tentang Pedoman Penetapan Harga Patokan Untuk Penjualan Komoditas Batubara.

Mengacu pada beleid baru tersebut, Kementerian ESDM menetapkan HBA Maret 2023 yang dibentuk dari rata-rata realisasi harga jual batu bara 2 bulan sebelumnya, dengan proporsi 70 persen dari realisasi harga 1 bulan sebelumnya. 

Baca juga: Dampak Mundurnya Air Products dari Proyek Gasifikasi Batu Bara

Selain itu, pembentukan HBA diambil dari 30 persen realisasi harga 2 bulan sebelumnya berdasarkan data realisasi penjualan batu bara yang disampaikan oleh Badan Usaha Pertambangan pada saat pemenuhan kewajiban pembayaran royalti batu bara.

Dengan formula baru tersebut, HBA pada Maret dibagi menjadi tiga kelompok, yakni pertama, HBA dalam kesetaraan nilai kalori 6.322 kcal/kg GAR, Total Moisture 12,58 persen, total sulphur 0,71 persen, dan Ash 7,58 persen ditetapkan HBA pada angka US$283,08 per ton. 

Baca juga: Surplus Neraca Perdagangan Saat Ekspor Mulai Menurun

“Harga ini digunakan sebagai HBA acuan selama bulan Maret ini dalam penentuan tarif royalti dan pada perhitungan HPB kalori >6.000 [di atas 6.000],” ujar Agung Pribadi, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM, dalam keterangannya dikutip Minggu (19/3/2023).


Kelompok HBA kedua, yakni dalam kesetaraan nilai kalori 5.200 kcal/kg GAR, Total Moisture 23,12 persen, Total Sulphur 0,69 persen, dan Ash 6 persen. Penetapan yang dikategorikan HBA I digunakan sebagai HBA acuan pada perhitungan HPB kalori >5.200—6.000, yang dipatok di level US$136,70 per ton.

Terakhir, HBA dalam kesetaraan nilai kalori 4.200 kcal/kg GAR, Total Moisture 35,29 persen, Total Sulphur 0,2 persen, dan Ash 4,21 persen diperoleh angka sebesar US$102,26 per ton. HBA II ini digunakan sebagai HBA acuan pada perhitungan HPB kalori <=5.200.

Baca juga: Duka Mendalam di Tanah Merah, Kebijakan Solutif Jauh Lebih Urgen

Agung menjelaskan bahwa formula penetapan HBA pada prinsipnya bertujuan untuk mendapatkan harga batu bara acuan yang dapat diterima oleh pasar dengan mempertimbangkan penerimaan negara.

“Pertimbangan ini jadi dasar diperlukannya menerbitkan peraturan terkait harga [HBA] berdasarkan mekanisme pasar,” tuturnya.

Sebelum adanya beleid baru ini, penetapan HBA diperoleh dari rata-rata indeks Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt's 5900 pada bulan sebelumnya, dengan kualitas yang disetarakan pada kalori 6322 kcal/kg GAR, Total Moisture 8 persen, Total Sulphur 0,8 persen, dan Ash 15 persen.

Baca juga: Jalan Terjal Proyek Gasifikasi Batu Bara

Namun, formula penentuan HBA selama ini banyak dikeluhkan karena memiliki disparitas yang tinggi dengan harga riil di pasar global. Pengusaha terkadang harus membayar Pendapatan Negara Bukan pajak (PNBP) lebih mahal dari yang seharusnya karena HBA jauh lebih tinggi ketimbang harga riil saat itu.


“Dalam formula sebelumnya itu terkadang lonjakan HBA tinggi sekali, sedangkan harga jualnya rendah, dan ini memberatkan industri karena PNBP menggunakan patokan HBA. Puncaknya itu pada Oktober 2022 saat HBA di atas US$300 per ton,” kata Irwandy Arif, Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara, Rabu (8/3/2023).

Disparitas yang tinggi antara HBA dan harga riil di pasar batu bara sebelumnya sangat mungkin terjadi, karena pemerintah menggunakan Global Coal Newcastle Index, Newcastle Export Index, Platt’s 5900, dan Indonesia Coal Index sebagai acuan. Adapun, Global Coal Newcastle dan Newcastle Index merupakan harga acuan batu bara Australia yang sangat rentan terhadap sentimen global.

Oleh karena itu, dengan formula baru penetepan HBA, pemerintah berharap harga jual serta royalti yang dikenakan kepada tiap perusahaan hulu tambang batu bara dapat sesuai dengan kondisi riil di lapangan. (Nyoman Ary Wahyudi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Ibeth Nurbaiti

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.